Menghilangkan Kekhawatiran Guru
Penulis: Nuni Fitriarosah, M.Pd
Bulan ke-: 1 (Oktober 2022)
Adakalanya kita
mendapati seorang peserta didik yang kurang memiliki etika terhadap guru ketika
pembelajaran berlangsung. Guru pun terkadang tidak dapat berbuat banyak untuk
menegur peserta didik tersebut. Penyebabnya, guru khawatir teguran yang diberikan
akan memberi dampak negatif bagi dirinya sendiri. Misalnya, peserta didik
kurang berkenan atas teguran yang guru berikan kemudian mengadukan hal ini kepada
orang tuanya. Bagi orang tua yang tidak berkenan anaknya ditegur oleh guru, orang
tua tersebut akan bertindak berlebihan dengan melaporkan guru ke pihak yang
berwenang, misalnya ke KPAI atau ke polisi.
Dengan adanya kekhawatiran seperti ini, maka guru lebih memilih untuk menegur sekadarnya dan bersikap cuek atas sikap murid yang tidak sesuai dengan etika. Pada akhirnya tugas guru di sekolah hanya sekadar menggugurkan kewajiban yaitu mengajar. Padahal, tugas utama seorang guru sejatinya adalah mendidik. Artinya, tidak hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga memberikan nilai-nilai yang baik sebagai modal peserta didik dalam bermasyarakat.
Fenomena pembiaran ini berdampak negatif bagi peserta didik itu sendiri. Banyak terjadi kasus yang mencerminkan merosotnya moral peserta didik. Misalnya, peserta didik melakukan tindakan kriminal, pelecehan seksual dengan teman sebaya, atau perilaku negatif lain yang tidaklah pantas dilakukan peserta didik yang notabene adalah generasi emas bangsa Indonesia.
Pembiaran yang dilakukan guru seperti di atas barangkali sering terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Dan, biasanya guru cukup cari aman alias tidak melakukan suatu tindakan apapun. Namun, dengan adanya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengenai perlindungan terhadap guru diharapkan guru dapat kembali melaksanakan tugasnya dalam mendidik dan mengajar secara optimal. Sehingga, tidak khawatir lagi tindakannya akan dilaporkan.
Sebagaimana diketahui, Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan mencakup hal-hal mengenai perlindungan terhadap hukum, profesi, keselamatan dan kesehatan kerja; dan/atau hak atas kekayaan intelektual. Permendikbud ini cukup mengakomodasi kepentingan guru dalam rangka menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar sekaligus pendidik.
Namun begitu, bukan berarti guru bisa bertindak sewenang-wenang dalam memberikan teguran kepada peserta didik. Tentunya guru juga harus memiliki batasan-batasan wajar dalam menegur peserta didik. Selain itu, diperlukan adanya kesepakatan di awal tahun pembelajaran mengenai bentuk teguran yang diberikan guru terhadap pelanggaran yang dilakukan peserta didik. Dengan demikian, masing-masing pihak baik itu guru, peserta didik maupun orang tua peserta didik telah mengetahui sebab akibat dari suatu tindakan.
Untuk guru di seluruh Indonesia, tidak perlu khawatir lagi untuk menanamkan nilai-nilai yang baik bagi peserta didik termasuk salah satunya adalah dengan cara memberikan teguran yang sesuai atas perilaku peserta didik yang kurang pantas. Tugas utama seorang guru adalah mendidik dalam rangka mempersiapkan generasi penerus bangsa menjadi generasi emas untuk memegang negara Indonesia agar menjadi negara yang lebih baik lagi.
Matematika dalam Kehidupan
Penulis: Nuni Fitriarosah, M.Pd
Bulan ke-: 2 (November 2022)
Menurut piramida belajar (The Learning of Pyramid, National Training Laboratories, Bethel, Maine) belajar akan lebih bermakna jika dilakukan melalui cara berikut ini:
1. Lecture artinya mendengarkan orang berbicara
2. Membaca, melalui proses ini belajar akan dipahami sebanyak 10%
3. Audiovisual artinya pembelajaran dapat dinikmati melalui alat indera mata dan telinga, maka
proses ini akan dipahami sebanyak 20%
4. Demonstrasi artinya dengan praktek, maka proses ini akan dipahami sebanyak 30%
5. 5. Diskusi, maka proses ini akan
dipahami sebanyak 50%
6. 6. Dipraktikkan dalam kehidupan
nyata, maka proses ini akan dipahami sebanyak 75%
7. 7. Mengajarkan orang lain, maka
proses ini akan dipahami sebanyak 90%
Berdasarkan
alasan di atas para guru seyogyanya meningkatkan proses pembelajarannya melalui
cara yang bervariatif hingga pada tahap siswa dapat mengajarkan apa yang
dipahaminya kepada teman sebayanya. Begirupun dengan pelajaran matematika,
pelajaran yang mungkin lebih dikenal sebagai pelajaran yang sulit, bukan tidak
mungkin jika pembelajarannya tidak hanya mendengarkan guru ceramah namun juga
bisa hingga tahap bisa mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebenarnya
jika guru matematika mau menelaah kembali, banyak materi dasar dan esensial
dalam matematika yang dapat dilaksanakan melalui pembelajaran praktik. Artinya
siswa memeroleh pengetahuannya berdasarkan kehidupan sehari-hari. Dengan
praktik siswa akan merasakan kebermanfaatan matematika dalam aktivitas yang
dialaminya. Dengan begini maka konsep matematika akan dipahami dari alam bawah
sadarnya bukan karena diberikan tetapi dikembangkan berdasarkan pengalaman
belajarnya.
Selain
itu, materi matematika yang selama ini hanya dikenal sebagai hitungan ternyata
matematika masih luas cakupannya. Belum lagi intisari belajar yang sejatinya
bukan hanya siswa dapat menerima materi tetapi sesungguhnya pendidikan adalah
menumbuhkan soft skill dalam diri siswa. Komunikasi, presentasi, teamwork,
berpikir kritis dan kreatif serta problem solving.
Jadi
bukan hanya siswa dapat mencapai apa yang guru rencanakan tetapi juga
temuan-temuan lain di luar ini yang nyatanya membuktikan bahwa belajar bukan
hanya transfer ilmu pengetahuan. Ketika guru mengajar matematika dengan tidak
memulainya dengan rumus maka seketika
itu juga siswa dapat memiliki berbagai cara untuk menemukan jawaban. Dari sini guru
dapat melihat bahwa siswa dapat membangun konsep matematika dengan caranya sendiri melalui pembelajaran
yang aktual. Siswa mengemukakan cara berpikir kreatifnya dengan cara tidak
mengkungkung idenya.
TEKNIK SPOTLIGHT DALAM PEMBELAJARAN
Penulis: Nuni Fitriarosah, M.Pd
Bulan ke-: 3 (Januari 2023)
Kita tentunya telah mengetahui acara kontes menyanyi di televisi. Saat menonton acara audisi kontes menyanyi tersebut, beberapa peserta tampak tidak maksimal dalam mengeluarkan kemampuannya dii hadapan juri. Salah satu faktor penyebabnya adalah peserta mengalami demam panggung. Namun saat ia diberikan kesempatan kedua oleh dewan juri. Faktor demam panggung sudah mulai berkurang dan ia dapat mengeluarkan kemampuan terbaiknya.Terinspirasi dari hal itu, dalam pembelajaran di kelas situasi demikian juga sering kali dialami oleh siswa saat dihadapkan pada suatu persoalan matematika yang menuntut siswa harus mengemukakan jawabannya yang nantinya akan dinilai baik itu dinilai oleh guru maupun dinilai oleh teman-temannya. Biasanya siswa tersebut mengalami kendala dalam mengemukakan jawaban benar. Namun ketika guru memberikan kesempatan kedua untuk menjawab, di dalam diri siswa terjadi proses refleksi secara spontan sehingga siswa dapat memperbaiki kesalahannya dalam menjawab. Begitu juga jika siswa telah dapat menjawab dengan benar. Adakalanya siswa belum tentu dapat memahami jawaban benarnya tersebut. Kondisi seperti inilah yang dinamakan dengan berpikir pesudo atau berpikir semu. Salah satu penyebab berpikir pseudo adalah karena siswa tidak terbiasa melakukan refleksi terhadap jawaban yang diperolehnya, hingga siswa menghasilkan jawaban semu.
Dalam pembelajaran ada salah satu teknik yang disebut teknik spotlight. Teknik spotlight adalah teknik yang dapat langsung memberikan umpan balik dengan segera baik itu umpan balik untuk guru maupun untuk siswa. Guru dapat merencanakan pembelajaran lebih lanjut mengenai apa yang terungkap dari siswa, sedangkan otak dan organ siswa secara otomatis membuat penyesuaian saat tahu apa yang seharusnya mereka pikirkan. Teknik spotlight menuntut siswa berpikir dan bertindak secara cepat. Teknik ini diduga dapat menganalisis proses berpikir pseudo pada siswa. Selain itu juga teknik ini juga dirancang untuk memberikan kepercayaan diri kepada siswa. Siswa diajak untuk berani tampil di depan kelas dan mengeluarkan pendapat mereka sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Jadi yang tampil di depan kelas tidak hanya siswa yang itu-itu saja, tetapi semua siswa mendapat kesempatan yang sama untuk berlatih mengembangkan kepercayaan diri dan potensi yang mereka miliki.
Selain memberikan dampak positif bagi siswa yang maju ke depan, teknik spotlight juga memberikan dampak yang positif bagi siswa yang tidak maju ke depan kelas dengan memberi respon dan pendapat mengenai jawaban dari temannya yang maju tersebut. Ini merupakan bentuk partisipasi yang diberikan, respon dan pendapat yang mereka berikan sesuai dengan apa yang mereka pikirkan tanpa harus takut salah. Sehingga, semua siswa bebas mengeluarkan pendapatnya masing-masing tanpa rasa takut atau malu disalahkan.
Teknik ini mungkin bukan teknik terbaik dalam pembelajaran. Namun tidak ada salahnya sebagai guru kita memiliki banyak amunisi dalam mengelola kelas sehingga guru memiliki banyak pengalaman. Lambat laun guru akan menemukan teknik paling jitu dalam menghadapi karakteristik siswa yang beragam. ***
Penulis: Nuni Fitriarosah, M.Pd
Bulan ke-: 4 (Februari 2023)
Cipatat yang Dirindukan
Bersambung......

Judul: Menjadi Bijak
Penulis: Nuni Fitriarosah, M.Pd
Bulan ke-: 5 (Maret 2023)
0 Komentar