Tulisan Siswa Kelompok 6

Rahasia Kehidupan

Penulis: Natasya Maudi

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

Bulan Ke-: 1 (Oktober 2022)

Tidak ada papan tulis di langit tempat Tuhan telah menuliskan tujuan Anda, misi hidup Anda. Tidak ada papan tulis di langit yang bertuliskan “Natasya Maudi. Wanita cantik yang hidup di awal abad ke-21, yang ...” Lalu ada bagian kosong di papan tulis itu. Dan untuk sungguh memahami apa yang sedang saya lakukan di sini, saya harus menemukan papan tulis itu dan apa yang ada di dalam benak Tuhan tentang saya. Namun papan tulis itu tidak ada.

Jadi tujuan Anda adalah apa yang Anda katakan sebagai tujuan Anda. Misi Anda adalah misi yang Anda berikan pada diri sendiri. Hidup Anda adalah hidup yang Anda ciptakan, tidak ada seorang pun yang berhak menghakiminya, sekarang ataupun selamanya. 

Anda harus mengisi papan tulis kehidupan dengan apapun yang Anda inginkan. Jika Anda telah mengisinya dengan sampah masa lalu, hapuslah bersih-bersih. Hapus segala sesuatu dari masa lalu yang tidak menguntungkan Anda, dan bersyukurlah bahwa masa lalu itu telah membawa Anda ke tempat Anda berada saat ini, ke suatu awal baru. Anda mempunyai papan yang bersih, dan Anda dapat memulai kembali ... Sekarang, di sini. Temukan kegembiraan Anda dan hiduplah !!

  

 Insecure 

Penulis: Anggi Agustini

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

Bulan Ke-: 1 (Oktober 2022)

 

Insecure boleh, asal jangan sampai hanya berbicara.

Insecure menurut saya hanyalah sebagai tolak ukur untuk kita maju, untuk kita lihat seberapa banyak kekurangan yang perlu kita benahi. Jika pun memang menjadi kekurangan, setidaknya jangan paksa untuk bisa mengubah. 

Kita manusia, tidak mungkin sempurna.

Kekurangan dan kelebihan sudah menjadi hal pasti. Tidak perlu menjadi seorang individu yang harus perfeksionis. Hal tersebut hanya akan membawa kita pada kekecewaan. 

Tetapi tetap perlu untuk selalu berusaha.

Jangan hanya stuck pada kekurangan, tapi lihat lebih banyak kelebihan.

Kelebihan inilah yang perlu kita prioritaskan. 

Jadikan kekurangan sebagai motivasi untuk bisa menjadi lebih baik setidaknya jika tidak bisa, jadikan sebagai pembelajaran bahwa kita sebagai manusia sudah sepatutnya bersyukur atas apa yang kita miliki. 

And anyways, menurut saya seseorang yang bisa menghargai dirinya, seseorang yang mampu bersyukur atas dirinya, seseorang yang tahu cara mencintai dirinya, dia pasti tidak akan menjadikan kata insecure sebagai bahan pembicaraan kepada dirinya sendiri.

 

 

Mengunjungi Kebun Binatang 

Penulis: Silvia Maharani

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

Bulan Ke-: 1 (Oktober 2022)

Suatu hari hiduplah seorang ayah dan ibu yang sudah memiliki anak yang bernama Cinta.

Anak tersebut pun lahir pada tanggal 2 November 2010. 

Suatu hari ayah dan ibunya merencanakan mengajak anaknya pergi liburan ke kebun binatang agar anaknya gembira. 

Akhirnya hari yang ditunggu pun mendatang, mereka pun mengajak anaknya.

“Anak ayo siapan bajumu” kata Ibu

“Kita memang mau kemana Bu?” jawab anak

“Ayah dan Ibu mau mengajakmu liburan anak” (Ibu)

Jawab anak “Liburan kemana Bu?”

“Ke kebun binatang” jawab Ibu

“Iyakah Bu, yeeeah .. Akhirnya liburan yang aku tunggu” (anak)

Iya nak. (Ibu)

Kita mau berangkat jam berapa bu? (anak)

Jam 1 agar pas sama kedatangan kereta, soalnya ibu sudah duluan memesan tiket. (Ibu)

Oke Bu .... Cinta siap-siap dulu ya Bu. (anak)

Iya anak hati-hati jangan ada yang sampai ketinggalan ya. (Ibu)

Iya Bu siap (anak) 

Dan 5 jam kemudian mereka pun sampai. Ayah dan ibunya sedang memesan tiket masuk seharga 15.000/ orang untuk anaknya. Setelah selesai memesan tiket mereka pun masuk.

Sangat seru di dalamnya banyak berbagai macam hewan berbeda satu sama lain. Di sana ada monyet, buaya, rusa, gajah, jerapah, burung dan berbagai macam hewan yang lain. 

Dan mereka juga mengambil foto keluarga agar bisa dipajang dan dijadikan kenangan saat  Cinta sudah besar.

 

 

Kamu

Penulis: Keysa Novian

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

Bulan Ke-: 1 (Oktober 2022)

Terlalu tabu, bagai kabut di pagi hari yang sejuk tapi pertanda siang akan panas membakar kulit. Kamu seperti setetes air pelepas dahaga ketika aku melihat kamu. Tapi kamu kejam mencekik jiwa ketika aku menyadari bahwa yang bisa kulakukan hanya mengingatmu di saat rindu dan langit melihat. 

Aku tidak mengerti, benar-benar tak mengerti, aku selalu ingin melihatmu walau hanya dengan mencuri pandangan memastikan keadaanmu. Tapi aku terlalu takut melihatmu dari dekat, aku takut kau mengetahuinya. 

Aku wanita yang dibalut gengsi. Prinsip bahwa wanita berhak menunggu membuatku semakin bersembunyi balik rasa suka ini. Aku munafik, munafik karena terlalu gengsi mengakui bahwa aku mencintaimu. 

Ya, aku mencintaimu sejak saat aku melihatmu beberapa kali, tetapi aku sadar seorang sepertiku tak pantas untukmu karena aku hanyalah seorang tukang protes, pembuat onar, dan pembangkang ulung. 

“Hey kau, tahukah kau sudah lama menyiksaku?”

Menyiksaku dengan kau tidak tahu aku menyukaimu. 

“Katakan pada cinta bahwa aku mulai membenci cinta.

Dan katakan pada benci bahwa aku mulai mencintai kebencian.” 

 

 

Berat Banget Jadi Dewasa

Penulis: Riyanti

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

Bulan Ke-: 1 (Oktober 2022)

Semakin dewasa semakin sering ngerasa kalau kita ga punya siapa-siapa! Iya, mereka ada semuanya juga masih di sini, bedanya ada beberapa hal yang cuman dipendam sendiri, dan jujur itu sakit. Menurut aku jadi dewasa itu belajar buat lebih tangguh dan kuat buat menjalani hidup.

Tapi lama-lama penasaran orang bisa disebut dewasa karena apa ya? Karena usianya, karena pemikirannya, atau karena dia bisa begitu kuat bertahan sampai hari ini?

Dulu pernah mikir dewasa itu kaya bagaimana?

Apakah aku sudah cukup dewasa, apakah aku masih kekanak-kanakan. Aku tersadar bahwa dewasa itu kita, dewasa itu ketika dihantam hidup sampai babak belur tapi belum mau menyerah. Ketika ga ada pilihan lain selain berjalan dan melanjutkannya. Tapi aku tidak bisa memungkiri bahwa jadi dewasa berat banget ya, banyak yang pergi.

Banyak yang berubah tapi semuanya cuman bisa dipendam sendiri. Sedih tapi mau bagaimana lagi, pada akhirnya aku cuman bisa bilang “gapapa”. Dan dewasa itu adalah ketika harus bertengkar dengan pikiran sendiri di setiap malam. Selalu mempertengkarkan ini salah apa benar ya, mengenai hal-hal yang sudah ga bisa diperbaiki.

Jadi dewasa itu ada senengnya ada sedihnya.



Penulis: Silvia Maharani
Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si
Bulan ke: 2 (November 2022)


Mama



Penulis: Keysa Novian
Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si
Bulan ke: 2 (November 2022)

Bunda

Bunda

Kau selalu menemaniku

Di saat aku terpuruk

Di saat aku membutuhkanmu

Di saat aku jatuh

Kau menolongku dengan kasih sayang

Kaulah pelindungku

 

Bunda

Kau selalu ada di sampingku

Walaupun aku sering membuatmu sedih

Kau tetap menyayangiku

Bagiku

Kau yang terbaik

Semoga Allah membalas jasa dan kasih sayangmu

 

Penulis: Anggi Agustini

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

Bulan ke: 2 (November 2022)

 Broken Home

Broken home menurut istilah adalah orang tua yang berpisah tetapi menurut saya bukan tentang perpisahan saja. Disayangi dan dihargai hanya dua kata tersebut yang saya inginkan tetapi mengapa di saat itu aku sedang berada di titik lemahku kalian tidak ada di sampingku. Yang aku butuhkan sekarang adalah ucapan penyemangat dari kalian bukan amarah kalian. 

“PERUBAHAN”, Aku sangat membenci kata tersebut, kata yang membuat sikap semua orang yang dulu menyayangiku berubah.

“Sehabis gelap munculah terang”, hingga kini aku masih menunggu cahaya tersebut. Ketahuilah bahwa orang yang pura-pura bahagia akan lelah dengan apa yang mereka lakukan. 

Definisi bahagia itu memang simpel. Hanya bersama orang-orang yang kamu sayangi maka kamu akan merasa bahagia. Tapi masalahnya, mencari sumber kebahagiaan itu nggak gampang.

Menurut orang-orang rumah adalah tempat ternyaman, tapi tidak bagi sebagian orang yang tidak merasa aman, nyaman, dan tenteram di rumah itu.

  

Penulis: Natasya Maudy Aurel

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

Bulan ke: 2 (November 2022)

 Langit Kita

Di udara kehidupan, keajaiban saling mencari menemukan pasangan kita

Ialah kebaikan dan keburukan

Seseorang tidak ada yang bisa kuasa bahkan pada dirinya sendiri

Pada indera kelima atau keenam, masih tak percaya pertemuan

Masih saja engkau ingkari

 

Pada mereka yang mengerti semuanya kau di atas langit

Memang bukan milik kita

Betapa malu rasanya bila kesombongan masih bercokol

Seperti juga di bumi kita bertebaran, seperti sudah diatur

Seperti itulah ya, seperti itu

 

Penulis: Riyanti

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

Bulan ke: 2 (November 2022)

Kupu-kupu

Kupu-kupu lucu terbang rendah

Memamerkan sayapnya yang cantik

Biru kuning dan putih

Menawan hati setiap insan

 

Kupu-kupu terbang tinggi

Kepakan tak kenal lelah sekali

Ia hinggap tinggal di atas bunga wangi

 

Kupu-kupu terbang rendah

Menebarkan pesonannya yang indah

Menghibur hatiku yang sedang rindu

Sekolah dan juga teman-temanku





Penulis: Riyanti

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

Mas Bulan

seorang murid smp menanggis
ia akan kehilangan mas bulan 
tempat ia bercerita
tempat ia berkeluh kesah
rumah kedua dari rumah pertama nya
mas bulan


orang orang tidak seperti mas bulan 
karna mas bulan segalany dan sempurna
mas bulan yang suka tertawa
kini berubh karena sebntr lagi wamil
orang orang menjadi sedih dan khawatir termasuk saya


Penulis: Anggi Agustini

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si


Jarak

Bagaikan dua tebing yang terpisah 
Kau dan aku kokoh berdiri,
Bertemakan jarak yang tentangnya memisahkan
Kita pernah berdiri pada ruang yang sama,
Bersama hening ilusi kenyamanan
Namun nyaman, hanyalah hawa yang disertakan angin dalam sepoinya.

Jika pada jarak angin bernyanyi,
Maka biarkan hati kita yang mengucap sendu dan rindu,
Dengan kata-kata tanpa aksara,
Bungkam menyiksa, merintih,mengais harapan 
Jikalau bisa, ingin rasanya hati ini mengirim surat rindu 
Surat yang kutitipkan pada hembusan angin sepoi.

Melirik rindu, jiwa menjadi hampa
Luka menganga, meninggalkan bekas tak kasat mata 
Bahagia, seolah hanya kata tanpa makna 
Luka, terlalu nyata menjadi selimut jiwa yang kosong

Jika jarak hanya sebuah kiasan,
Mungkin jarak ini adalah siksaan kenyataan yang membentang.

Surat terakhir tersimpan di laci
Bersama hujan dan gugus bintang 
Juga rangkum sejarah cangkir kopi.



Penulis: Silvia Maharani

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

Perjuangan Gadis Kecil
Di suatu desa yang cukup jauh dari kota, ada seorang gadis manis bernama Wulandari. Dia sekarang duduk dibangku sekolah dasar. Tidak seperti anak seusianya, dia harus berjuang lebih ekstra untuk sampai ke sekolah. Bagaimana tidak, jarak rumahnya ke sekolah kurang lebih 7 KM, terlebih lagi dia harus berjalan kaki karena rumahnya di pedalaman.

Sudah hari Senin, menandakan Wulandari akan berangkat ke sekolah pada pagi buta ditemani sang ayah. Dengan hati yang riang dia menuju ke sekolah dengan ayahnya. Di perjalanan, meskipun jalan kaki wulan tidak sama sekali merasa lelah. Disisi senang akan pergi ke sekolah, sang ayah juga selalu memberinya semangat dengan menceritakan arti nama dia.

Sudah 1 jam akhirnya tiba juga di sekolah. Dengan berbagai rintangan di perjalanan, semuanya terobati ketika melihat kawan kawan Wulandari menunggu depan gerbang sekolah. Di depan gerbang juga ibu kepala sekolah menyambut Wulandari.

Wulandari masuk ke dalam kelasnya, namun ibu kepala sekolah bertanya pada sang ayah.

“Pak, jarak yang sejauh ini apa tidak apa apa untuk Wulan?” tanya ibu kepala sekolah

“Kalau saya, selagi Wulandari semangat mengejar ilmunya, saya yang akan menemaninya saat berangkat dan pulang sekolah. Nanti, jika dia kelelahan saya tinggal menggendongnya” jawab ayah. Bu guru pun mengangguk.

“Bu, Wulan pernah berkata pada saya kalau dia bakalan terus belajar karena ingin menjadi seorang dokter. Mendengar itu saya tak kuasa menahan haru. Maka dari itu saya akan menemaninya selama dia punya kemauan yang tinggi untuk mengejar mimpinya.” Sambung ayahnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Wulandari mungkin masih kecil, namun keinginannya untuk belajar sangat tinggi. Banyak di luaran sana yang memiliki akses mudah ke sekolahnya namun bersikap malas-malasan. Semoga Wulandari benar menjadi bulan purnama bagi keluarganya kelak.


Penulis: Natasya Maudi Aurellia

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

"Pengarang dan pembicaraan INTERNASIONAL" 

   Kisah saya di mulai pada 09 maret 2009,hari ini sungguh-sungguh mengubah seluruh hidup saya.Ini adalah hari yang tidak pernah akan saya lupakan.saya menabrak pesawat terbang,saya berakhir di rumah sakit.Tulang punggung saya remuk,tulang leher pertama dan kedua patah,repleks menelan saya hancur,saya tidak bisa makan dan minum.diagframa saya hancur,saya tidak bisa menapas yang dapat saya lakukan hanyalah mengedipkan mata.
  Dokter mengatakan bahwa saya lumpuh sepanjang usia.itulah gambar diri saya yang mereka liat,tetapi tidak menjadi masalah apapun yang mereka pikirkan.yang terpenting adalah apa yang saya pikir.saya menggambarkan diri saya sebagai orang yang normal kembali,berjalan keluar dari rumah sakit itu.



Penulis: Keysya Noviyan

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si

"Ayah"


Ayah...
Kutahu kau teramat penat
Setelah seharian peras keringat
Bau keringat juga bau asap kendaraan
Menempel di badan lekat lekat

Ayah...
Pekerjaanmu sungguh mulia dan berjasa
Membangun sebuah rumah
Untuk mencari nafkah
Walaupun upah sering terlambat
Engkau tetap sabar dan tawakal









Penulis: Silvia Maharani

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si


Seperti Bunga dan Lebah


“Rif, berikan aku sebuah kisah untuk kujadikan pelajaran” ujar Risa tiba-tiba di sore hari yang sejuk itu.

“Hmm, kisah apa ya? Aku bacakan sepenggal kisah tentang analogi Bunga dan Lebah, mau?” jawabku yang berbalas anggukan penuh semangat dari Risa.

Seperti bunga dan lebah.

Ya, aku lebah dan ia bunganya. Atau mungkin sebaliknya. Aku tak peduli.

Simbiosis mutualisme, pikirku. Karena kami saling memberi, dan tanpa sadar saling menerima.

Lalu aku mulai meminta lebih banyak. Dan otomatis ia memberi lebih banyak.

Begitu yang kami lakukan sebagai bunga dan lebah.

Tapi aku sadar.

Mungkin aku bunganya.

Objek yang tidak akan pernah bisa berpindah tempat, hanya menunggu untuk disinggahi sesaat.

Ia lebahnya.

Hadir kala memang saatnya hadir. Pergi kala memang saatnya pergi.

Kala sang bunga menutup diri, berhenti untuk meminta, maka sunyi akan segera tercipta. Sang lebah boleh pergi, mencari keindahan bunga yang lain.

Lalu sepi.

Risa menatapku dengan nanar, seraya berkata “Tuan Rifazi, sejak kapan kamu pandai bercerita seperti ini?”.

“Sejak aku sadar, bahwa aku dan kamu hanya bisa sekedar menjadi teman, Nyonya Risa. Aku-lah bunganya, dan tentu, kau lebahnya” ujarku, tentu saja hanya berani kusampaikan dalam hati.





Penulis: Natasya Maudi Aurellia

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si


Bermalas-malasan


Minggu adalah hari libur yang ditunggu kaum rebahan, malas beraktivitas. Ada yang hanya ingin rebahan di rumah menghilangkan penat selama satu minggu beraktivitas dan ada pula yang berencana akan berlibur. Regi memilih opsi pertama, Regi memilih bersantai rebahan di rumah, dan parahnya Regi akan selalu merasa kurang dengan liburnya.

“Regi bangun sudah siang, nanti kamu terlambat.” Tanya ibunya.

“Bu Regi masih capek, Regi bolos sehari ya.” Regi memelas pada ibunya.

“ Jangan begitu, bayaran sekolahmu mahal jangan menyepelekan menuntut ilmu” Jawab ibunya menyanggah.

“Sehari saja bu, Regi tidur lagi.”

Melihat kelakuan Regi Ibunya geram, hingga ibunya mengajak Regi melihat anak keterbelakangan di suatu panti asuhan.

“Nah sekarang coba kamu buka mata kamu, mereka ingin sekolah sepertimu, namun tidak ada orang tua yang akan membiayai mereka bersekolah” Jelas ibunya, mereka masih di dalam mobil.

Dengan kejadian itu Regi tersadar dan mau berangkat sekolah walau terlambat. Di perjalanan menuju sekolah Regi melihat seorang anak yang pincang berseragam sekolah sama dengannya, dalam hati Regi berkata, aku bersyukur masih punya fisik yang sempurna untuk bisa menuntut ilmu.




Penulis: Keysya Noviyan

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si


Beda di Depan dengan di Belakang 



Di suatu hari yang cerah, terdapat dua orang gadis bernama Wina dan Raisa yang tengah mengerjakan tugas sekolah di rumahnya Wina. Mereka berdua mengerjakan tugas sekolah dengan serius dan suasananya pun nampak hening.

Kemudian datanglah teman Wina yang bernama Tarisa di depan rumahnya. Namun Wina sendiri seolah tidak memperhatikan kehadiran Tarisa tersebut.

“Wina, itu di depan rumah ada Tarisa sedang nungguin kamu, buruan temui dia, kasihan sudah sejak tadi dia nungguin kita.” Ujar Raisa yang tengah mengerjakan tugas di rumah Wina.

“Bi, bilangin ke Tarisa yang ada di depan rumah kalau aku sedang pergi atau bilang gak ada gitu ya.” Pinta Wina kepada Bibi yang bekerja sebagai pembantu di rumahnya.

“Baik non, Bibi sampaikan.” Jawab si Bibi.

“Eh Wina, kenapa kamu seperti itu sama Tarisa? Padahal kan dia pastinya sudah datang jauh-jauh, kenapa kamu usir, gak enak kan. Kasian dia, dia juga anak yang baik Yan.” Ujar Raisa yang coba menasehati Wina.

“Kamu itu gak tau Tarisa apa-apa, dari luarnya memang dia orang yang baik, ramah dan juga manis.

Tetapi masa kamu hanya mengukur sifat dan sikap seseorang hanya dengan begitu saja, dia itu hanya manis di luar tapi dalamnya pahit tahu.” Jawab Wina dengan sinis.

“Loh, pahit gimana maksudnya Yan?” Balas Raisa yang masih bingung dengan jawaban Wina.

“Tahu gak sih kamu, Tarisa itu sering banget membicarakan keburukan orang lain.

Bahkan dia sering membicarakan keburukan teman sendiri di belakangnya. Pokoknya banyak banget deh kalo harus jelasinnya.” Jawab Wina dengan setengah sinis.

“Dia itu beda banget sama kamu, kamu itu judes, ceplas ceplos kalo ngomong sama aku, tetapi setidaknya kamu mempunyai hati yang tulus, bukannya sahabat yang baik di luarnya saja tapi dalamnya busuk.

Dalam menjalin pertemanan, aku tidak membutuhkan tampilan luar dari seseorang” Jelas Wina panjang lebar kepada Raisa.




Penulis: Riyanti

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si


Kerinduan akan Sahabatku


Surat ini kutuliskan untuk sahabatku yang Bernama Lita yang sudah berpindah ke luar kota. Dengan ditulisnya surat ini, aku berharap agar persahabatan kita terus terjaga walaupun dipisah jarak yang cukup jauh.

Kisah persahabatanku dengan Lita dimulai sejak kami masuk SMP. Pada saat itu, aku dan dia baru berkenalan ketika aku ingin pingsan di jam olahraga. Sebelum pingsan, Lita bertanya padaku, “ kamu terlihat lemas, apakah kamu perlu kupanggil guru agar segera dibawa ke UKS?” aku yang berusaha untuk tetap kuat kemudian menjawab, “tidak perlu, aku masih kua untuk mengikuti jam olahraga.”

Lita yang merasa kalau diriku benar-benar sedang tidak sehat, kemudian memanggil guru untuk memberitahukan bahwa Aurel sepertinya akan pingsan. Tanpa berlama-lama, guru olahraga segera membawa Aurel ke ruangan UKS agar bisa beristirahat. Setelah masuk ke ruang UKS, aku merasa sudah lebih baik dan tahu kalau penyebab ingin pingsan adalah karena belum sarapan di pagi hari.

Sesampainya kembali ke kelas, aku sangat berterima kasih kepada Lita karena sudah memberitahukan kepada guru kalau aku bisa saja pingsan. Tanpa Lita, mungkin aku akan pingsan. Kami berdua pun pulang bersama naik angkutan umum yang sama karena tanpa diduga rumah kami searah.

Beberapa waktu sudah aku dan Lita memiliki tali persahabatan dan kami selalu berbagi cerita sedih atau bahagia. Tak berselang lama, Lita bersama orang tuanya pindah ke luar kota. Mendengar kabar itu, aku sedih karena akan sulit untuk bertemu langsung dengan Lita. Meskipun sudah alat komunikasi canggih, tetapi rasanya akan kurang kalau tidak bisa berbagi cerita secara langsung.

Tak terasa juga, aku sudah hampir menempuh tingkat akhir di SMP, sehingga aku berinisiatif untuk menulis surat kepada Lita. Pada bagian akhir surat itu, aku menulis, “Apakah kita bisa bertemu kembali di kota yang sama?”




Penulis: Anggi Agustini

Pembimbing: Wisnu Fauzi, S.Si


Waktu


Detak detik berputar tanda terhenti 

Merangkai kisah dan menghiasi 

Berjalan laksana seperti air mengalir 

Saksi bisu kehidupan yang terukir


Ialah secercah harapan yang tiada kembali 

Kesempatan yang tak dapat dibeli

Membuat kita terlelap dalam buaian

Membuat kita lengah akan kesempatan


Ialah waktu 

Waktu yang memburu 

Memburu kita yang menari

Di atas punggung bumi


Setiap waktu yang berlalu tidak akan terulang

Setiap kenangan yang terlewati tidak akan kembali

Tangis sedih hanyalah penyesalan di belakang

Ketika tersadar akan kesia-siaan yang berarti








Sahabat Sejatiku

Saat ini aku berada di kelas 8 SMP, setiap hari kujalani bersama dengan ketiga sahabatku yaitu Maudi, Zul, dan Ana. Kita berempat sudah bersahabat sejak kecil.

Suatu saat kami menulis surat perjanjian persahabatan di sobekan kertas yang dimasukkan ke dalam sebuah botol, kemudian botol tersebut dikubur di bawah pohon yang nantinya surat tersebut akan kami buka saat kami menerima hasil ujian kelulusan.

Hari yang kami berempat tunggu akhirnya tiba, kami pun menerima hasil ujian dan hasilnya kita berempat lulus semua.

Kami serentak langsung pergi berlari ke bawah pohon yang pernah kami datangi dan menggali tepat di mana botol yang dahulu dikubur berada.

Kemudian, kami berempat membuka botol tersebut dan membaca tulisan yang dulu pernah kami tulis. Kertas tersebut bertuliskan “Kami berjanji akan selalu bersama untuk selamanya.”

Keesokan hari, Maudi berencana untuk merayakan kelulusan kami berempat. Malamnya kami berempat pergi bersama ke suatu tempat dan di situlah saat-saat yang tidak bisa aku lupakan karena Maudi berencana untuk menyatakan perasaannya kepadaku. Akhirnya aku dan anis berpacaran.

Begitu juga dengan Zul, dia pun berpacaran dengan Ana. Malam itu sungguh malam yang istimewa untuk kami berempat. Kami pun bergegas untuk pulang.
Ketika perjalanan pulang, entah mengapa perasaanku tidak enak.

“Perasaanku ngga enak banget ya?” Ucapku penuh cemas.
“Udahlah Nov, santai aja, kita ngga bakalan kenapa-kenapa” jawab Zul dengan santai.
Tidak lama setelah itu, hal yang dikhawatirkan Novi terjadi.
“Maudi awasss! di depan ada juang!” Teriak Novi.
“Aaaaaaaaaa!!!”
Bruuukkk. Mobil yang kami kendarai masuk ke dalam jurang. Aku tak kuasa menahan air mata yang terus mengalir sampai aku tidak sadarkan diri.
Perlahan aku buka mataku sedikit demi sedikit dan aku melihat ibu berada di sampingku.
“Novi.. kamu sudah sadar, Nak?” Tanya ibuku.
“Ibu.. aku di mana? Di mana Ana, Zul, dan Maudi?” tanyaku.
“Kamu di rumah sakit Nak, kamu yang sabar ya, Zul dan Maudi tidak tertolong di lokasi kecelakaan” Jawab ibu sambil menitikkan air mata.

Aku terdiam mendengar ucapan ibu dan air mataku menetes, tangisku tiada henti mendengar pernyataan ibu..

“Maudi, mengapa kamu tinggalkan aku, padahal aku sayang banget ke kamu, aku cinta kamu, tapi kamu ninggalin aku begitu cepat, semua pergi ninggalin aku.” batinku berkata.
Lantas, 2 hari berlalu dan aku berkunjung ke makam mereka, aku berharap kami bisa menghabiskan waktu bersama sampai tua. Tetapi sekarang semua itu hanya angan-angan. Aku berjanji akan selalu mengenang kalian.



Harapan Putri

Saat pagi hari seorang gadis yang bernama Putri sudah bangun dari tidurnya dan mulai membantu ibunya beres-beres rumah. Putri merupakan anak perempuan cantik kesayangan orang tuanya yang memiliki sejuta mimpi di dinding kamar miliknya.

Purti gadis periang yang hidup di keluarga yang bisa dikatakan kaya raya. Meskipun terlahir dari keluarga yang kaya raya, tidak membuat Putri menjadi anak yang sombong. Di sekolah dia juga merupakan siswa yang berprestasi, tidak heran dia menjadi kesayangan guru dan teman-temannya.

Sejak ia kecil, Putri selalu menuliskan cita-citanya di dinding kamarnya. Mulai dari dia duduk di bangku SD hingga kini SMA, dia selalu menuliskan apa cita-citanya. Banyaknya cita-cita yang Putri tulis, membuat dinding kamarnya hampir penuh dengan kertas tempelan yang berisi cita-citanya.

Setelah membantu ibunya, Putri siap-siap berangkat ke sekolah. Sepanjang perjalanan Putri hanya duduk dan diam merenung. Sesampainya di sekolah, Putri pun lebih banyak diam seperti sedang memikirkan sesuatu.

Saat sudah pulang sekolah, ia bergegas masuk ke kamarnya dan memandangi dinding kamarnya dengan seksama. Ia mulai membaca satu persatu cita-cita yang ia tuliskan dari kecil. Ia terus memandangi dan merenung.

"Putri, ada apa?" Tiba-tiba ibu masuk ke dalam kamar Putri. Ibu memandangi wajah anaknya yang terlihat sedih. "Bu sekarang dara sudah SMA, tapi sampai sekarang Putri tidak tahu cita-cita Putri apa" ucap Putri pada Ibu.

"Sayang, Putri kan baru saja masuk SMA, cita-cita akan datang seiring berjalannya waktu. Saat ini Putri fokus saja belajar dan lakukan apa yang Putri sukai. Dengan begitu, Putri akan tau apa cita-cita Putri" Ucap Ibu

Mendengar ucapan Ibu, membuat Putri lebih fokus belajar dan melakukan banyak hal yang dia sukai. Di sekolah dia rajin bertanya ke guru-guru dan selalu mengikuti lomba yang diadakan oleh sekolah. Dia juga aktif mengikuti berbagai macam kegiatan di sekolah seperti kepramukaan, OSIS dan bela diri.

Di sekolah Putri terus mengembangkan bakatnya, hingga suatu hari ia menyadari apa cita-cita yang diinginkan. Putri ingin menjadi seseorang yang berguna bagi bangsa dan negara. Ia memutuskan ingin menjadi TNI dan mengabdi pada negeri.





Kesal Kepada Kakak 

Namaku adalah Sari. Setiap hari aku bangun pagi dan melakukan aktivitas seperti biasa. Mulai dari membersihkan tempat tidur, bersih-bersih dan belajar sedikit untuk pelajaran hari ini.

Akan tetapi, akhir-akhir ini aku sulit belajar karena kakakku Amar yang tiap pagi bangun siang dan tidak melakukan apa pun.

Suatu hari, kak Amar bangun saat aku sedang menyapu rumah. 

Masih dengan mengucek mata, ia melewati debu dan kotoran yang sudah aku kumpulkan dari hasil menyapu dan membawanya di kakinya ke area rumah yang sudah kusapu. Tanpa ucapan maaf. 

Akhirnya aku merasa kesal dengan Kak Amar dan memarahinya. Ibu kemudian datang dan menanyakan apa yang terjadi. 

Aku menceritakan permasalahan dan ibu merasa aku sedikit berlebihan. Akhirnya sapu kutinggal dan aku menyendiri di kamar. 

Ayah kemudian datang menghampiriku dan bertanya mengenai apa yang terjadi. Aku ceritakan semua kekesalanku yang akhirnya memuncak pagi ini. 

Akhirnya ayah tahu apa yang membuatku merasa tidak adil. Ia memanggil kak Amar yang sedang minum air putih dan memintaku duduk di kursi. 

Ayah kemudian memulai menyelesaikan masalah kami, menanyakan mengapa kak Amar baru bangun. Kak Amar meletakkan gelas minumnya dan menceritakan. 

Ternyata, Kak Dian sedang membuat sebuah proyek bersama dengan rekannya. 

Aku akhirnya mengerti mengapa Kak Amar bangun siang. Akan tetapi ayah tetap memberikan hukuman pada kak Amar . 

Kak Amar harus belajar bahwa tanggung jawab rumah tetap harus dilaksanakan dan ia harus bisa mengatur waktu dengan lebih baik. 

Akhirnya Kak Amar meminta maaf padaku dan berjanji akan mengatur waktu dengan lebih baik.



BELAJAR BERTANGGUNG JAWAB

Pada suatu hari Karim bermain bola bersama teman-temannya, Karim bermain bola sampai larut malam. Saat Karim pulang ke rumah, Ibnul mengetuk pintu tapi tidak ada yang membukakannya. Kemudian Karim mencoba mengetuk pintu kembali, dan tetap tidak ada yang membukakan pintu. Akhirnya Ibnul pun tertidur di teras rumahnya. Keesokan hari Ibnul terbangun dan terpaksa bolos sekolah karena bangun kesiangan. Karim pun didatangi oleh kepala sekolah karena dia bolos sekolah dan kepala sekolah bertanya kepada Karim: ”Karim kenapa kamu bolos sekolah..?!” Kata Karim: ”Saya semalam habis menonton bola pak.”

Karim pun berbohong kepada kepala sekolah, yang sebenarnya Karim bermain bola sampai larut malam. Pak kepala sekolah percaya kepada Karim, dan keesokan harinya Karim kembali bersekolah. Ketika di sekolah temannya Karim yang bermain bola bersama Karim melaporkan ke kepala sekolah. Teman Karim menceritakan kepada kepala sekolah, bahwa Karim berbohong telah menonton bola padahal Karim bermain bola hingga larut malam. Saat kepala sekolah mendengar hal itu, ia langsung mengambil tindakan untuk memanggil kedua orang tua Karim. Kemudian kedua orang tua Karim berhadapan dengan kepala sekolah dan dijelaskan semua tentang perilaku Karim. Akhirnya Karim dinasihati orang tuanya dan berjanji untuk tidak berbohong lagi, dan menjadi anak yang jujur juga disiplin waktu. Karim mendapat pelajaran berharga dari semua kejadian yang telah terjadi pada dirinya.




Kelasku yang Bersih

Setiap hari Jumat, sekolahku selalu mengadakan bersih-bersih sekolah. Abdul merupakan ketua kelas VIII-D  mulai mengajak teman sekelasnya untuk bersih-bersih. 

Abdul adalah anak laki-laki tampan dan rajin. Dalam akademik dia cukup pintar, namun dia sangat jago dalam hal olahraga. Dia hobi bermain sepak bola. Tidak hanya itu, di kelas Abdul terkenal sosok yang suka bersih-bersih. 

Hari Jumat menjadi rutinitas wajib Abdul untuk mengajak temannya untuk bersih-bersih. Namun Jumat kali ini Abdul terlihat sedikit agak berbeda, dia sedikit tegas kepada teman-temannya yang tidak ingin ikut bersih-bersih.

"Hari ini guru akan masuk ke ruang kelas. Jika guru melihat ada ruang kelas yang tidak bersih, maka jam pulang akan ditunda. Kalau kalian ingin cepat pulang, ikut bantu bersih-bersih jangan ada yang hanya duduk saja" Ucap Abdul 

Semua temannya mengikuti apa kata Abdul karena ingin cepat pulang. Setelah selesai bersih-bersih tiba saatnya guru datang untuk melihat masing-masing kelas. Saat tidak di ruang kelas VIII-D, guru cukup takjub karena ruang kelasnya sangat bersih.

Sebagai apresiasi karena telah membuat ruang kelas menjadi bersih, Ibu guru mengizinkan anak VIII-D pulang. Semua anak-anak berteriak senang, dan mereka bergegas pulang.






Posting Komentar

0 Komentar