Membangun Karakter Bangsa melalui Pendidikan Karakter Holistik
Perkembangan zaman pada era globalisasi saat ini telah menimbulkan dampak pada perubahan karakter manusia, khususnya masyarakat Indonesia. Apabila tidak diantisipasi dengan pendidikan karakter yang baik, maka hal tersebut akan menimbulkan krisis moral yang berakibat pada perilaku negatif di masyarakat, misalnya pergaulan bebas, penyalahgunaan obat-obat terlarang, pencurian, kekerasan terhadap anak, dan lain sebagainya.
Menurut Lickona suatu bangsa sedang menuju ke jurang
kehancuran bila menunjukkan kemerosotan moral yang ditandai dengan sepuluh
indikator berikut:
1. meningkatnya kekerasan di kalangan remaja,
2. penggunaan kata-kata yang buruk,
3. pengaruh kelompok sebaya yang kuat dalam tindak
kekerasan,
4. meningkatnya perilaku merusak diri seperti penyalahgunaan
narkoba, minuman keras, serta seks bebas,
5. semakin mengaburnya pedoman moral baik dan buruk,
6. menurunnya etos kerja,
7. semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru,
8. rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara,
9. membudayanya ketidakjujuran, dan
10. adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama.
Indikator-indikator kemerosotan moral di atas sudah tampak nyata di masyarakat Indonesia. Tidak perlu jauh-jauh, kita dapat melihat dan mengamati dari sikap keseharian siswa baik di lingkungan rumah, sekolah maupun ketika berada di lingkungan masyarakat. Indikator sederhana saja yaitu penggunaan kata-kata dan bahasa yang buruk dalam komunikasi sehari-hari. Seolah sudah menjadi hal yang lumrah dan merasa tidak bersalah ketika mengucapkan kata-kata buruk kepada orang lain. Perilaku berkata-kata yang buruk ini juga berimplikasi pada indikator lain, salah satunya rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan bagi perkembangan siswa secara individu yang nantinya akan berdampak pada kemunduran Bangsa Indonesia.
Untuk mengantisipasi krisis moral khususnya pada diri siswa, maka perlu diterapkan dan dibiasakan pendidikan karakter sejak dini yang bersifat holistik, artinya meliputi aspek intelektual, emosional, dan religius secara terpadu. Pendidikan karakter secara holistik dilakukan melalui upaya-upaya memperkenalkan dan menginternalisasikan nilai-nilai kehidupan pada diri peserta didik agar menjadi manusia yang utuh, yaitu mampu mengembangkan seluruh potensinya sehingga menjadi manusia yang berkualitas.
Aspek intelektual, emosional dan religius pada pendidikan
karakter holistik ditunjukkan pada karakter cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya, kemandirian dan tanggung jawab, kejujuran, diplomatis, hormat,
santun, suka tolong menolong, percaya diri dan bekerja keras, kepemimpinan dan
keadilan, rendah hati, serta toleransi, kedamaian dan kesatuan.
Pendidikan karakter secara holistik dapat diterapkan oleh guru melalui berbagai strategi, diantaranya:
1. Mengintegrasikan pendidikan karakter holistik ke dalam
proses pembelajaran, melalui pengembangan silabus dan RPP.
2. Menanamkan budaya sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan
pada aspek intelektual, emosional dan religius, baik yang sifatnya rutin,
terprogram, maupun insidental.
3. Melalui kegiatan pengembangan diri dengan penguatan pada
bimbingan dan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler.
Dengan diterapkannya pendidikan karakter secara holistik diharapkan karakter-karakter baik pada diri siswa akan terus berkembang dan terbangun, sehingga di kemudian hari kemerosotan moral masyarakat dapat dicegah. Pada ujungnya pembangunan karakter masyarakat akan mengantarkan Bangsa Indonesia menjadi negara yang maju dan bermartabat.
Menghafal, Sebuah Kesalahan Terbesar dalam Belajar
Sayangnya ketika belajar di
sekolah, kita terlalu fokus menghafal, bukan benar-benar mencoba memahami.
Itulah yang membuat meskipun memperoleh nilai yang bagus, namun setelah lulus kita
langsung lupa semua yang telah dipelajari, bahkan tidak tahu gunanya ilmu yang
sudah dipelajari di kehidupan kita. Padahal sepanjang sejarah, dunia kita
dibangun oleh orang-orang hebat yang mencoba memahami berbagai hal yang sulit
di dunia ini. Makanya, satu kesalahan terbesar dalam belajar adalah kita
terlalu fokus menghafal. Hafalan bukan sama sekali tidak penting, tapi hafalan
saja tidaklah cukup.
Jika kita lihat di luar sana,
dunia semakin cepat berubah. Menghadapi dunia seperti ini, kita harus mampu
mengikuti perkembangan zaman, sehingga kita tidak bisa hanya mengandalkan
hafalan. Untuk itu kita perlu mengetahui semua ilmu dengan melihatnya dari kacamata yang berbeda. Mulai dari gunanya di
kehidupan nyata, cerita di baliknya, tokoh yang berperan, sampai kecocokannya
dengan diri kita. Hingga akhirnya kita bisa jadi diri sendiri dan melanjutkan
jejak mereka. Dari titik inilah kita perlu belajar bagaimana cara belajar yang
baik, agar kita semakin mengerti pelajaran-pelajaran ini dan bisa jadi berguna
untuk kehidupan kita.
Langkah pertama dalam belajar, akui jika kita belum
mengerti.
Di sekolah mungkin kita sering
bertemu dengan rumus-rumus atau istilah-istilah yang susah. Tahan diri kita
untuk tidak cuma menghafal dan menebak-nebak jawabannya. Akui kalau misalnya
kita memang belum mengerti sesuatu. Karena itu adalah langkah pertama yang
paling penting dalam belajar. Jika kita merasa diri kita sudah mengetahui
segalanya, maka kita tak akan pernah benar-benar belajar lagi. Jadi jika tidak
mengerti tentang suatu pelajaran, jangan pura-pura mengerti dan menebak-nebak
jawabannya, tapi cari tahu artinya, terus latihan sampai memahami konsepnya.
Jadi, jangan pernah malu jika tidak tahu semua jawaban. Malulah jika kita
merasa sudah tahu segalanya.
Langkah kedua, jika ingin memahami sesuatu belajarlah
dari dasarnya.
Dunia dipenuhi ilmu-ilmu baru
yang terus bermunculan setiap waktu. Dengan begitu banyaknya ilmu pengetahuan, agar
bisa mempelajari segala sesuatu dengan cepat, penting sekali untuk melihat
pengetahuan menjadi semacam cabang pohon. Pastilah kita sudah memahami
prinsip-prinsip di dalamnya dulu, yaitu batang dan cabang-cabang besarnya
sebelum kita bisa masuk ke ranting dan dedaunannya. Jika tidak demikian, kita
tidak memiliki pegangan untuk bisa bergantung. Kita akan jatuh dan gagal paham.
Makanya sangat penting misalnya memahami matematika dari dasarnya dulu, baru
kita bisa masuk ke cabang-cabangnya.
Ketika belajar di sekolah, kita
sering sekali gagal memahami pelajaran karena kita juga sering melewatkan
bagian-bagian penting dasarnya. Susah untuk belajar sesuatu jika tidak mengerti
dasar-dasarnya dulu, dan susah untuk belajar sesuatu jika kita tidak tahu kita
sudah berada di level berapa. Untuk itu, bila mengalami kebingungan tentang
suatu pelajaran, coba cari tahu lagi dan memahami mulai level paling dasar.
Ulangi terus level sebelumnya sampai benar-benar paham. Tidak mengapa mundur
beberapa langkah lagi agar kita benar-benar bisa mengerti. Jangan pernah malu
untuk belajar lagi dari dasarnya.
Langkah ketiga dalam belajar, jangan berhenti mencari
sesuatu yang kita suka.
Jadi pelajaran-pelajaran kita ini
adalah ilmu-ilmu dasar. Tapi pertanyaannya, apakah penting untuk kita pelajari
semuanya? Jawaban singkatnya sangat penting! Kita memerlukan dasar-dasar ini
semua untuk bisa bertahan hidup di zaman yang berkembang begitu pesat.
Sekaligus kita perlu mencari tahu mana yang kita suka untuk bisa berkontribusi
terhadap kemajuan dunia ini.
Sekarang bayangkan kita seperti
karakter-karakter yang ada di game. Kita pasti belajar ilmu dasarnya
dulu, tapi nanti di level selanjutnya kita harus menentukan karakter seperti
apa yang ingin kita bangun. Dan mungkin kita akan kebingungan. Tidak apa-apa,
tidak ada satu karakter pun yang benar-benar jelas lebih baik daripada yang
lainnya. Ini merupakan pilihan kita sendiri untuk mau berperan menjadi karakter
seperti apa.
Setiap orang memiliki pendapatnya
sendiri, tidak ada pilihan yang salah. Kita bisa memilih salah satu atau
gabungan dari beberapa karakter. Kita harus memilih menjadi karakter tertentu
karena semakin tinggi levelnya, kita semakin harus bekerja sama dengan karakter
lain untuk saling melengkapi. Karena tidak ada karakter yang sempurna yang bisa
melakukan semuanya sendiri, mengingat butuh waktu dan usaha panjang untuk
menguasai sesuatu.
Semua karakter harus belajar
mengayun pedang pada awalnya, karena karakter apapun harus memiliki kemampuan
dasar dulu untuk bertahan melawan monster. Begitu pun dengan pelajaran di
sekolah, misal belajar matematika. Menghitung dan melatih logika adalah
kemampuan dasar yang dilatih dalam pelajaran matematika yang berguna untuk kita
menghadapi tantangan di kehidupan nyata nanti. Makanya pelajaran-pelajaran ini
bukanlah sekedar teori yang dihafal, tapi juga bisa berguna untuk kita terapkan
di kehidupan nyata.
Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual pada Anak di Lingkungan Sekolah
Namun permasalahannya, kadang pelaku kekerasan seksual tidak menyadari bahwa ia telah melakukannya. Bahkan, banyak korban yang juga tidak menyadari bahwa dirinya telah menjadi korban kekerasan. Perbuatan yang sebenarnya mengandung unsur kekerasan seksual seperti menjadi hal yang lumrah di kehidupan bermasyarakat, mirisnya bisa saja hal itu terjadi juga di lingkungan dunia pendidikan khususnya di sekolah.
Secara khusus di lingkungan sekolah melihat kondisi di atas, maka pentingnya kesadaran tentang kekerasan seksual dan seluruh dampak negatifnya perlu terus disosialisasikan secara berkelanjutan baik dalam kegiatan intrakurikuler, ekstra kurikuler, maupun kokurikuler, termasuk kegiatan pengembangan diri lainnya seperti melalui Bimbingan dan Konseling (BK). Dengan bersumber dari situs di atas, tulisan ini saya jadikan sebagai salah satu sarana sosialisasi tersebut kepada para pembacanya, yang mengingatkan kembali definisi kekerasan seksual dan bentuk-bentuknya, agar setiap bagian warga sekolah memahami dan mampu mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan seksual khususnya pada anak-anak di lingkungan sekolah.
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal. Berdasarkan jenisnya, kekerasan seksual dapat digolongkan menjadi kekerasan seksual yang dilakukan secara: verbal, non fisik, fisik, dan daring atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Selain pemerkosaan, perbuatan-perbuatan di bawah ini
termasuk kekerasan seksual.
1.
berperilaku atau mengutarakan ujaran yang
mendiskriminasi atau melecehkan penampilan fisik, tubuh ataupun identitas
gender orang lain (misal: lelucon seksis, siulan, dan memandang bagian tubuh
orang lain);
2.
menyentuh, mengusap, meraba, memegang, dan/atau
menggosokkan bagian tubuh pada area pribadi seseorang;
3.
mengirimkan lelucon, foto, video, audio atau
materi lainnya yang bernuansa seksual tanpa persetujuan penerimanya dan/atau
meskipun penerima materi sudah menegur pelaku;
4.
menguntit, mengambil, dan menyebarkan informasi
pribadi termasuk gambar seseorang tanpa persetujuan orang tersebut;
5.
memberi hukuman atau perintah yang bernuansa
seksual kepada orang lain (seperti saat penerimaan siswa atau mahasiswa baru,
saat pembelajaran di kelas atau kuliah jarak jauh, dalam pergaulan sehari-hari,
dan sebagainya);
6.
mengintip orang yang sedang berpakaian;
7.
membuka pakaian seseorang tanpa izin orang
tersebut;
8.
membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau
mengancam seseorang untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang sudah
tidak disetujui oleh orang tersebut;
9.
memaksakan orang untuk melakukan aktivitas
seksual atau melakukan percobaan pemerkosaan; dan
10. melakukan perbuatan lainnya yang merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.
Peran Strategis Keluarga dalam Pendidikan Anak
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Agar tujuan pendidikan nasional tersebut terwujud, perlu adanya kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Unsur keluarga tidak bisa lepas dalam proses pendidikan anak. Orang tua memilih sekolah sebagai sarana mendidik anak. Namun, pendidikan anak bukanlah 100 persen menjadi tanggung jawab pihak sekolah. Keluarga tetap memiliki andil terpenting dalam proses tumbuh kembang dan pendidikan anak.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2017 tentang pelibatan keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan menimbang bahwa keluarga memiliki peran strategis dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Keluarga merupakan tempat pertama anak belajar. Dari apa yang dipelajari dalam lingkungan keluarga, akan mempengaruhi sikap dan karakter anak. Karakter awal yang terbentuk itulah dijadikan bekal anak untuk berinteraksi di dunia luar, termasuk di lingkungan sekolah.
Pelibatan keluarga dalam pendidikan anak memberikan dampak positif bagi psikologi anak. Anak merasa lebih percaya diri. Dengan adanya dukungan dari keluarga, prestasi yang akan ditorehkan anak pun dapat mengalami peningkatan. Peningkatan prestasi anak itu akan memberikan kepuasan bagi keluarga. Adanya dampak positif pelibatan keluarga dalam pendidikan anak secara otomatis memotivasi sekolah agar terus meningkatkan mutu pendidikan.
Memberi kepercayaan kepada pihak sekolah dalam menjalankan program sekolah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh keluarga dalam penyelenggaraan pendidikan. Keluarga memantau dan mendukung proses pelaksanaan program sekolah dalam berbagai bidang. Cara termudah yang dapat orang tua terapkan dalam mendukung pendidikan anak di sekolah adalah dengan selalu menghadiri undangan sekolah baik dalam kegiatan rapat, pentas seni, pengambilan rapor, dan masih banyak lagi.
Melalui momen bertemunya antara keluarga dengan pihak sekolah dapat membuka pintu silaturahmi. Komunikasi yang baik akan semakin mempererat hubungan antara keluarga dengan sekolah. Bahkan, sekarang ini tersedia fasilitas untuk mempermudah komunikasi antara orang tua dengan wali kelas. Para wali kelas membuka jalan komunikasi melalui whatsapp dengan membuat kelompok, agar perkembangan anak di tiap harinya dapat dilaporkan dan dipantau.
Beberapa sekolah juga menerapkan kelas orang tua. Kelas orang tua merupakan wadah antara orang tua dan wali kelas bertukar pikiran tentang penyelenggaraan pendidikan. Kelas orang tua menjadi sarana bagi sekolah menyampaikan program sekolah. Sekolah dapat menyosialisasikan tata tertib sekolah, kegiatan sekolah, dan berbagai informasi agar penyelenggaraan pendidikan sekolah berjalan dengan lancar.
Pelibatan keluarga dalam pendidikan pun dapat mengurangi risiko kenakalan remaja yang ditimbulkan oleh salah pergaulan pada anak. Adanya komunikasi antara sekolah dan keluarga setidaknya mengurangi keinginan anak untuk melanggar tata tertib sekolah. Anak akan berpikir panjang sebelum melakukan pelanggaran, karena info pelanggaran terkecil pun akan dengan mudah sampai ke telinga orang tua.
Sekolah menjadi partner bagi keluarga dalam mendidik anak.
Dengan adanya kolaborasi antara keluarga dan sekolah, akan terwujud suasana
pembelajaran yang nyaman dan aman sehingga mampu mencetak generasi muda yang
kompeten dan berkarakter kuat.
0 Komentar